Senin, 31 Desember 2012

Gading Icon, Bersaing Menjadi Superblok Terdepan di Kelapa Gading


KONSEP hunian superblok saat ini merupakan model proyek properti yang saat ini banyak digarap di wilayah Ibukota. Selain memudahkan para penghuninya beraktivitas, superblok juga sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan kawasan hunian terpadu. Ini pula yang mendasari dibangunnya Gading Icon, superblok yang dibangun oleh PT Mahardika Propertindo yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur. Didirikan pada tahun 2008 silam di atas lahan seluas 7 hektar, Gading Icon terdiri atas beberapa proyek properti, seperti Apartemen Rosewood Gading Icon, Apartemen Oak Tower Gading Icon, Future Office Tower, dan Future Apartment. Letaknya pun strategis, dekat dengan akses tol, terminal bus antar kota, dekat dengan pusat kota, dan dekat dengan pusat kuliner sekaligus belanja di Kelapa Gading. Ini semua menjadikan Gading Icon sebagai salah satu superblok terdepan di Ibukota saat ini. Untuk saat ini, baru Apartemen Rosewood dan Apartemen Oak Tower yang sudah rampung pengerjaannya. Apartemen Rosewood yang terdiri dari hunian dan unit komersial sebanyak 1.559 unit, hingga saat ini sudah terjual sebanyak 95%. Apartemen Rosewood juga dilengkapi dengan dua kolam renang untuk dewasa dan anak-anak. Sementara, untuk Apartemen Oak Tower, dari 800 unit yang dibangun hingga saat ini sudah terjual 30%. Selain dilengkapi lahan parkir tiga lantai, Apartemen Oak Tower memiliki Sky Garden, taman di bagian atap yang dilengkapi dengan kolam renang, perpustakaan, hingga pusat kuliner. Sementara di bagian dasarnya akan dibangun ruko tiga lantai guna mendukung sarana dan prasarana unit disini. “Kami hadir sebagai salah satu pilihan bagi masyarakat yang ingin memiliki hunian di pusat kota dengan berbagai fasilitas dan kemudahan. Selain itu, kami juga memiliki unit yang bisa dijangkau oleh semua kalangan, baik kalangan bawah, menengah, hingga kalangan atas. Dengan itu semua, kami yakin akan menjadi salah satu superblok terdepan dan diminati di Ibukota dan di Kelapa Gading,” singkat Sales & Promotion Manager Gading Icon, Cecep Prayitno.

Minggu, 30 Desember 2012

Status Tanah Properti Anda

Bila apartemen yang Anda miliki menempati tanah milik pemerintah, bukan murni tanah hasil pembebasan oleh  pengembang, bersiaplah untuk kelak mengeluarkan uang ekstra. Sebab, saat Anda bersama para penghuni lain yang tergabung dalam perhimpunan penghuni ingin memperpanjang HGB (Hak Guna Bangunan), ada biaya ekstra yang mesti dikeluarkan. Dan untuk perpanjangan tersebut, Anda mesti membayar biaya untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan dari sang empunya lahan, yaitu pemerintah.


Semua itu terjadi bila HGB tersebut berdiri di atas HPL (Hak Pengelolaan Lahan). Dalam hal ini, pengembang trelebih dulu mendapatkan hak dari pemerintah untuk mengelola lahan tersebut. Lalu di atas lahan tersebut dibangunlah kompleks apartemen. Nah, para pemilik apartemen tersebut lantas mendapatkan HGB yang berlaku 30 tahun, yang setelah itu bisa diperpanjang 20 tahun lagi, bila mendapat rekomendasi dari pemerintah selaku pemilik lahan.

HGB di atas HPL tersebut berbeda dengan HGB murni. Untuk yang terakhir ini, lahan tempat kompleks apartemen dibangun adalah murni milik  pengembang.

 Lantas, apa ya perbedaan mendasar antara apartemen dengan HGB di atas HPL dan HGB murni? Mari kita menyimak sisi positif, negatif, dan persamaan dua tipe kepemilikan apartemen tersebut—selain yang telah diuraikan sebelumnya.

 1. Untuk dua tipe pemilikan apartemen tersebut, yang dipegang masing-masing pemilik adalah Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS). Nah, sertifikat ini merupakan pemecahan dari HGB yang dimiliki secara kolektif.

 2. Dalam hal perpanjangan HGB—yang harus dilakukan setelah 30 tahun, penghuni apartemen ber-HGB di atas HPL harus mengeluarkan biaya ekstra. Maklum, untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan dari pemerintah, ada biaya tertentu untuk pemasukan negara. Di Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2001, ditetapkan bahwa besar biaya tersebut sebagai berikut: 5% dari luas lahan x NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). Setelah rekomendasi dari pemerintah didapat, barulah HGB tersebut bisa diperpanjang melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Bila Anda ingin membeli apartemen ber-HGB di atas HPL, hal ini perlu diperhatikan mengingat biaya tersebut cukup berarti, bukan? Bayangkan bila saat perpanjangan tersebut, NJOP apartemen Anda di angka Rp 5 juta per m² sementara luas apartemen tersebut 36 m². Berarti Anda mesti membayar sekitar Rp 9 juta. Tapi bila Anda hendak membeli apartemen tersebut via pasar sekunder, cermati sisa masa berlaku HGB-nya.

3. Berlainan dengan itu, untuk apartemen dengan HGB murni, perpanjangan tersebut bisa langsung dilakukan ke BPN.  Dalam hal ini, perpanjangan HGB tersebut bisa dilakukan oleh pengembang. Bisa pula diperpanjang atas nama perhimpunan penghuni rumah susun bila HGB telah dialihkan ke perhimpunan tersebut. Untuk proses ini, tentu para pemilik apartemen perlu menambah biaya.

4. Sebenarnya, dua tipe pemilikan tersebut sama-sama tak memungkinkan penghuni untuk memiliki hak atas lahan. Yang bisa didapat adalah hak pemilikan atas bangunan yang ada di atas lahan tersebut. Untuk apartemen dengan HGB murni, lahan hanya bisa dimiliki secara kolektif, bukan secara perorangan.

 5. Untuk apartemen ber-HGB di atas HPL, bisa saja suatu saat pemerintah tak memberikan rekomendasi perpanjangan HGB. Misalnya, dikarenakan adanya perubahan Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Otomatis, para pemilik apartemen tak lagi punya hak kepemilikan.Tapi perlu dicatat, bahwa dalam hal tersebut pemerintah mesti memberikan ganti rugi ke para pemilik apartemen.

6. Dua tipe pemilikan itu memungkinkan para pemilik melakukan pengalihan kepada pihak ketiga (penjualan). Juga memungkinkan para pemilik meng agunkan apartemen kepada pihak lain seperti bank.
Hanya saja, untuk apartemen ber-HGB di atas HPL, pengagunan kepada pihak lain (misalnya kepada bank untuk mendapatkan kredit) harus mendapatkan rekomendasi dari pemegang HPL 

Sekadar contoh, untuk apartemen yang berdiri di atas tanah negara di Kemayoran, Jakarta Pusat, ada SK Menteri Sekretaris Negara No. B.401/M.Sesneg/D-4/07/2008. Dengan SK itu, apartemen di atas tanah tersebut dapat dijadikan objek hak tanggungan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan. Setelah persetujuan itu ada, Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) antara pemilik apartemen dengan pihak lain seperti bank, bisa dibuat.

 7. Terlepas dari beda status lahan yang ditempati, dua tipe apartemen tersebut berkemungkinan digusur oleh pemerintah demi kepentingan umum.

8. Sekadar tambahan, ada pengecualian bila lahan tersebut milik pemerintah melalui Perumnas. Untuk tanah tersebut, status HGB di atas HPL bisa ditingkatkan menjadi HGB murni (dalam hal rumah tinggal yang dibangun di tanah milik Perumnas, status HGB di atas HPL bisa dinaikkan menjadi SHM alias Sertifikat Hak Milik).

 9. Perkembangan terakhir, di ujung tahun 2009, Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfo menyatakan keinginan agar persoalan masa berlaku properti ber-HGB bisa selesai di tahun 2010. Ia berjanji akan berhubungan erat dengan BPN untuk menuntaskan hal itu. Menteri Suharso, antara lain, juga menyatakan bahwa akan lebih baik bila masa berlaku HGB tidak hanya 25 tahun, namun diperpanjang menjadi 90 tahun.
Bila minat Menteri Suharso tersebut terwujud, artinya pemilik apartemen ber-HGB di atas HPL bisa menarik napas lebih panjang, bukan? Sebab, masa berlaku HGB lebih lama. Bersama penghimpunan penghuni, pemilik apartemen tersebut tidak perlu membayar biaya kepada pemerintah untuk perpanjangan HGB tersebut dalam waktu 30 tahun satu kali, tapi bisa lebih lama ketimbang waktu tersebut.

Status Tanah SHM, HGB Murni atau HPL

Mungkin pertanyaan diatas juga pernah menghinggapi para pembaca sekalian sewaktu memutuskan untuk membeli apartemen. Sedikit pengetahuan kami akan beberapa status apartemen akan diulas disini.  Perlu diketahui bahwa apartemen, kondominium, rusunami, rusunawa, anami, rumah susun non hunian semuanya itu merupakan nama lain dari rumah susun yang peraturan perundang undangannya diatur oleh negara sesuai dengan UU No. 16 tahun 1985.
Berdasarkan status tanahnya, apartemen digolongkan:
  1. Tanah Negara
  2. Tanah Hak Milik
  3. Tanah Pengelolaan
Jika apartemen didirikan di atas tanah negara maka status pengelolaan oleh developer menjadi HGB (Hak Guna Bangunan) Murni, jika berdiri ditanah hak milik maka hak pengelolaan oleh developer menjadi HGB Hak Milik sedangkan jika developer hanya diberi kuasa untuk membangun apartemen ditanah pihak ketiga maka statusnya HGB Pengelolaan Lahan. 

Jadi ada 3 status kepemilikan oleh developer:
  1. HGB Murni
  2. HGB Hak Milik (SHM = Sertifikat Hak Milik)
  3. HGB HPL
Akan tetapi rasa-rasanya hampir tidak pernah developer memilki ijin dengan status HGB Hak Milik karena dalam peraturan tentang rumah susun dijelaskan bahwa yang berhak memiliki unit rumah susun adalah warga negara Indonesia sehingga agar rumah susun bisa dimiliki oleh warga negara asing biasanya developer mendowngrade statusnya menjadi HGB Murni.

Dari HGB yang dimiliki oleh developer maka status kepemilikan oleh setiap pemilik unit menjadi SHMSRS (Satuan Hak Milik Satuan Rumah Susun). Perlu digaris bawahi bahwa SHMSRS bukan memberikan kepastian kepada pemilik unit bahwa tanah apartemen dengan serta merta menjadi milik pemilik unit secara keseluruhan akan tetapi bergantung pada status tanah yang dimiliki oleh developer.

Status yang paling aman adalah pihak developer mengantongi status HGB Hak Milik yang artinya tanah yang dibangun adalah milik developer dan perlu diperjelas apakah tanah apartemen tersebut menjadi pemilik unit dengan perbandingan rata-rata luas unit yang dimiliki dengan total unit yang ada, atau tidak. Biasanya jika pemilik unit menjadi pemilik tanah maka harga apartemen tersebut akan menjadi sangat mahal.

Status yang aman kedua adalah HGB Murni karena tanah apartemen milik negara yang mana jika negara meminta tanah tersebut dikembalikan maka negara akan membayar sebesar 80% dari harga tanah saat itu dan masing masing pemilik akan mendapatkan proporsional berdasarkan luas unit yang dimiliki dibagi dengan total luas unit yang ada.

Status yang sangat tidak aman adalah developer hanya mengantongi ijin HGB HPL saja yang mana jika pemilik tanah (pihak ketiga) meminta tanahnya kembali setelah masa HGB berakhir maka pemilik unit rumah susun tidak akan mendapatkan penggantian sepeserpun.

Alangkah baiknya jika anda di saat akan membeli sebuah apartemen baru, di usahakan agar bisa mendapatkan no registrasi HGB, IMB & SIPPT yang mana bisa di cek sendiri legalitasnya di BPN & BPP Pemda agar lebih yakin lagi status kepemilikan mana yang ingin anda peroleh.